Home » » Sistem Tanam Paksa

Sistem Tanam Paksa



Materi 2/3
Sejarah Ekonomi Indonesia
Sejarah ekonomi Indonesia sudah bermula sejak lama, mulai dari zaman prasejarah, masa penjajahan, hingga ekonomi modern sekarang ini.


2/3.3  Sistem Tanam Paksa
Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) pada 1830-1870 dalam prakteknya memberatkan kehidupan rakyat pribumi, karena tidak sesuai dengan ketentuan 'staatblad'.
Istilah cultuur stelsel sebenarnya berarti sistem tanaman. Terjemahannya dalam bahasa inggris adalah culture sistem atau cultivation sistem. Pengertian dari cultuur stelsel sebenarnya adalah kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkan cultuur stelsel dengan sebutan tanam paksa. Hal itu disebabkan pelaksanaan proyek penanaman dilakukan dengan cara-cara paksa. Pelanggarnya dapat dikenakan hukuman fisik yang amat berat. Jenis-jenis tanaman yang wajib ditanam, yaitu tebu, nila, teh, tembakau, kayu manis, kapas, merica (lada), dan kopi.
Menurut van den Bosch, cultuur stelsel didasarkan atas hukum adat yang menyatakan bahwa barang siapa berkuasa di suatu daerah, ia memiliki tanah dan penduduknya.
1.     Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
·       Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan pada masa kejayaan Napoleon Bonaparte sehingga menghabiskan biaya yang amat besar.
·       Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
·       Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya sekitar 20.000.000 gulden.
·       Kas Negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.
·       Pemasukkan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
·       Gagal mempraktikkan gagasan liberal (1816-1830) berarti gagal juga mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar pada Belanda.

2.     Aturan-Aturan Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan pokok sistem tanam paksa terdapat dalam Staatsblad (lembaran Negara) tahun 1834 No.22, beberapa tahun setelah tanam paksa dijalankan di Pulau Jawa. Bunyi dari ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
·       Persetujuan-persetujuan agar penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di Eropa.
·       Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki.
·       Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam padi.
·       Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah.
·       Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan itu diberikan kepada penduduk.
·       Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan pemerintah.
·       Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
·       Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-pegawai Eropaa bertindak sebagai pengawas secara umum.
Ketentuan-ketentuan tersebut dalam praktiknya banyak menyimpang sehingga rakyat banyak dirugikan.



Reference:
Marwati Djono, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI.
http://informasiterlengkap.blogspot.com/2012/02/sejarah-ekonomi-indonesia-sejak-orde.html

0 komentar:

Posting Komentar