Dibentuknya suatu pemerintahan memiliki tujuan utama yaitu untuk menjaga
suatu sistem ketertiban yang memungkinkan masyarakat didalamnya dapat melakukan
aktivitas kehidupannya secara normal. Oleh sebab tersebut pada hakikatnya pemerintah
diperlukan adalah untuk memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat.
Suatu pemerintahan tidak dibentuk hanya untuk melayani dirinya sendiri, melainkan
untuk memberi pelayanan kepada masyarakat, dengan menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk dapat mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.
Fenomena yang nampak dewasa ini adalah kecenderungan dan pertumbuhan ke
arah mensukseskan pembangunan di segala bidang. Untuk mewujudkan apa yang
dicita-citakan tersebut, ethical governance menjadi topik utama dalam pembicaraan,
terutama dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan memiliki wibawa.
Aparatur pemerintahan harus menjadi saluran atau jembatan pengabdi dan
dapat melaksanakan kepentingan umum dengan penuh dedikasi dan loyalitas, bukan malah
sebaliknya melakukan penyalahgunakan kekuasaan, mencari kesempatan untuk mendapat
keuntungan bagi dirinya sendiri.
Masyarakat dapat mengetahui apabila terjadi tidak lancarnya pelayanan,
terdapat penyelewengan dan atau penyimpangan. Apabila hal tersebut terjadi maka
akan dapat berakibat menimbulkan reaksi oleh masyarakat. Oleh sebab itu
sekiranya timbul reaksi tidak kentara di mata masyarakat, karena reaksi
tersebut dapat menimbulkan public opinion yang didasarkan oleh perasaan
umum tidak puas dan akhirnya dapat menjelma menjadi pendapat umum yang dapat
merongrong kewibawaan pemerintah.
II. DASAR TEORI
Landasan dasar dalam tugas papper ini adalah:
Falsafah Pancasila dan Konstitusi/UUD 1945 Negara RI;
TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara
yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8
Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (LN No. 169 dan Tambahan LN No.
3090);
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
dirubah dengan UU No. 3 Tahun 2005 dan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah;
PP No. 60 tentang Disiplin Pegawai Negeri.
III. PEMBAHASAN
KONDISI IDEAL
1. Pengertian Etika
Etika berasal dari perkataan yunani “ethes” berarti kesediaan jiwa
akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan
kesusilaan.
Dalam bahasa Latin dikenal dengan perkataan Mores yang berarti pula
kesusilaan, tingkat salah satu perbuatan lahir, perilaku, tingkah laku.
Perkataan Mores kemudian berubah menjadi mempunyai arti sama dengan etika atau
sebaliknya. Etika disebut pula “moral phiciolophy” karena mempelajari
moralitas dari perbuatan manusia. Sedangkan morality adalah apa yang baik atau
apa yang buruk, benar atau salah dengan menggunakan ukuran norma atau nilai.
Moral terjadi bila dikaitkan dengan masyarakat, tidak ada moral bila tidak
ada masyarakat, dan ini berkaitan dengan kesadaran kolektif.
2. Pengertian Pemerintah
Government dari bahasa Inggris dan Gouvernment dari
bahasa Perancis yang keduanya berasal dari bahasa Latin yaitu “Gubernaculum”
yang memiliki arti kemudi, tetapi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
menjadi Pemerintah atau Pemerintahan dan terkadang juga menjadi Penguasa.
Pemerintah dalam arti sempit dimaksudkan khusus untuk kekuasan eksekutif
sedangkan dalam arti luas adalah kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Pemerintah dalam arti sempit berdasarkan UUD yang pernah berlaku di
Indonesia yaitu UUD 1945, UUDS 1950, dan UUD Konstitusi RIS 1949.
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang
meliputi kegiatan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan
negara. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit yaitu segala kegiatan
badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif (C.F.Strong).
3. Etika Pemerintah
Aparatur negara dan pemerintah memiliki tugas untuk mendidik rakyat.
Mendidik orang lain berarti mendidik diri sendiri, oleh karena itu seorang
pemimpin/pelaksana negara yang sadar akan kewajibannya sebagai pendidik,
hendaknya berusaha agar:
· Dalam hidup sehari-hari
menjadi contoh teladan, panutan bagi umum dan kesusilaan.
· Dalam usahanya
sehari-hari selalu memperhatikan kemajuan lahir batin masyarakatnya.
Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia disebut etika pemerintahan.
Selain itu etika pemerintahan juga merupakan bagian dari praktek yurisprudensi
atau filosofi hukum yang mengatur operasi dari pemerintah dan hubungannya
dengan orang-orang dalam pemerintahan.
Prinsip-prinsip etika harus disesuaikan dengan keadaan, waktu, dan tempat.
Prinsip-prinsip etika yang bersifat authority, yang bersifat perintah
menjadi suatu peraturan sehingga kadang-kadang merupakan atribut yang tidak
bisa dipisahkan. Dalam etika pemerintahan, apa yang dianjurkan merupakan
paksaan (imperatif) yang dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan
kesulitan.
Di atas telah diuraikan bahwa apa yang dilihat adalah authority
misalnya, berpakaian dinas (PSH, PSR, PSL) sebenarnya merupakan masalah etika,
tetapi kalau sudah dituangkan bukan lagi bersifat etis, melainkan bersifat
pelaksanaan (operasional).
Kendatipun tidak ada sanksi yang tegas pada etika, karena mengikuti adanya
perubahan-perubahan di dalam masyarakat, tergantung dengan kebutuhan (needs),
kehendak masyarkat yang pada suatu waktu dan tempat dapat berubah-ubah. Etika
digantungkan dengan authority, menghendaki orang harus tunduk pada
perintah. Sedangkan pemerintah mempunyai sifat authority, sifat
memaksakan.
Pemerintah tidaklah sama dengan masyarakat, disinilah letak sulitnya
mempelajari etika pemerintahan. Pemerintah tidak dapat melaksanakan perintah
sekehendaknya yang bertentangan dengan nilai etika masyarakat. Etika Dalam
Fungsi Pemerintahan yaitu:
· Etika Dalam Proses
Kebijakan Publik (Public Policy Etic);
· Etika dalam Pelayanan
Publik (Public Service Etic);
· Etika dalam Pengaturan
dan Penataan Kelembagaan Pemerintahan (Rule and administer institutional
etic);
· Etika dalam Pembinaan
dan pemberdayaan Masyarakat (Guide and social empowering etic);
· Etika dalam Kemitraan
antara pemerintahan, pemerintah dengan swasta, dan dengan masyarakat (Partnership
governmental, private and sosiety etic).
Etika Pemerintah mencakup isu-isu kejujuran dan transparansi dalam
pemerintahan, berurusan dengan hal-hal seperti:
Penyuapan
Suatu bentuk korupsi
adalah tindakan memberikan hadiah yang dapat berupa uang, barang, properti,
keutamaan, keistimewaan, honorarium, objek nilai, keuntungan, atau hanya janji
untuk membujuk atau mempengaruhi tindakan, suara, atau pengaruh seseorang dalam
resmi atau kapasitas publik.
Korupsi Politik
Korupsi politik adalah penggunaan kekuasaan diatur oleh pejabat pemerintah
untuk keuntungan pribadi tidak sah. Penyalahgunaan pemerintah kekuasaan untuk
tujuan lain, seperti represi lawan politik dan umum kebrutalan polisi, tidak
dianggap korupsi politik. Baik tindakan ilegal oleh orang pribadi atau
perusahaan tidak terlibat langsung dengan pemerintah.
Tindakan ilegal oleh sebuah officeholder merupakan korupsi politik
hanya jika tindakan secara langsung berkaitan dengan tugas resmi mereka. Bentuk
korupsi beragam termasuk penyuapan, pemerasan, kroniisme, nepotisme, patronase,
korupsi, dan penggelapan. Sementara korupsi dapat memfasilitasi perusahaan
kriminal seperti perdagangan narkoba, pencucian uang, dan perdagangan manusia,
tidak terbatas pada kegiatan ini.
Korupsi Polisi
Korupsi Polisi adalah bentuk spesifik dari perilaku salah polisi yang
dirancang untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan pribadi lainnya, dan/atau
pengembangan karir bagi petugas polisi atau petugas dalam pertukaran untuk
tidak mengejar, atau selektif mengejar, penyelidikan atau penangkapan. Salah
satu bentuk umum dari korupsi polisi adalah meminta dan/atau menerima suap
sebagai imbalan untuk tidak melaporkan obat terorganisir atau cincin prostitusi
atau kegiatan ilegal lainnya. Contoh lain adalah polisi melanggar kode etik
dalam rangka untuk mengamankan keyakinan tersangka, misalnya melalui penggunaan
bukti yang dipalsukan.
Legislatif Etika / Kode Etik
Sebuah kode etik yang diadopsi oleh organisasi dalam upaya untuk membantu
mereka dalam organisasi dipanggil untuk membuat keputusan memahami perbedaan
antara 'benar' dan 'salah' dan menerapkan pemahaman ini untuk keputusan mereka.
Kode etik karena itu umumnya berarti dokumen yang ada di tiga tingkat: 1) Etika
bisnis perusahaan, 2) Etika karyawan, 3) Etika professional.
Peraturan Etika
Peraturan etika / Regulatory Etical adalah badan hukum dan praktis
filsafat politik yang mengatur pelaksanaan pegawai negeri dan anggota lembaga
regulator. Ini membahas isu-isu seperti penyuapan dan hubungan pegawai negeri
dengan bisnis dalam industri mereka mengatur, serta kekhawatiran tentang
transparansi, kebebasan informasi dan undang-undang, dan konflik kepentingan
aturan.
Konflik Kepentingan
Suatu konflik kepentingan (COI) terjadi ketika sebuah individu atau
organisasi yang terlibat dalam berbagai kepentingan, salah satunya mungkin
korup motivasi untuk bertindak dalam lainnya. Suatu konflik kepentingan hanya
bisa ada jika seseorang atau kesaksian yang dipercayakan dengan tidak memihak
beberapa, sebuah jumlah sedikit kepercayaan diperlukan untuk menciptakannya.
Kehadiran konflik kepentingan adalah independen dari eksekusi dari
ketidakpantasan. Oleh karena itu, konflik kepentingan dapat ditemukan dan
sukarela dijinakkan sebelum korupsi terjadi. COI kadang-kadang disebut
persaingan kepentingan daripada "konflik", menekankan konotasi alam
persaingan antara kepentingan sah daripada konflik kekerasan dengan konotasi
yang menjadi korban dan agresi tidak adil. Namun demikian, denotatively , ada
terlalu banyak tumpang tindih antara istilah untuk membuat diferensiasi
objektif.
Menghindari Munculnya Ketidakpantasan
Munculnya ketidakpantasan adalah frase merujuk pada situasi yang etika
dianggap dipertanyakan. Untuk seorang awam, tanpa pengetahuan tentang
fakta-fakta tertentu, komentar atau tindakan tersebut muncul tidak pantas atau
pelanggaran terhadap aturan atau regulasi.
Pemerintah Terbuka/Transparan
Pemerintahan yang transparan adalah mengatur doktrin yang memegang bahwa
usaha dan negara administrasi pemerintah harus dibuka di semua tingkatan untuk
efektif publik keterbukaan dan pengawasan. Dalam terluas konstruksi itu
menentang alasan negara dan rasis pertimbangan, yang cenderung melegitimasi
negara yang luas kerahasiaan.
Etika hukum
Etika hukum mencakup sebuah kode etik yang mengatur perilaku orang-orang
yang terlibat dalam praktek hukum dan orang-orang lebih umum di sektor hukum.
KONDISI DI INDONESIA
Di Indonesia, hal tentang etika pemerintah pertama kali dipelopori oleh
Walikota Solok Drs. H. Syamsu Rahim. Beliau membuat Perda tentang Etika
Pemerintah di Solok, yaitu PERDA No. 1 Tahun 2008 tentang Etika Pemerintahan
Daerah Kota Solok. Sedangkan untuk daerah lain bahkan Indonesia belum membuat
peraturan khusus tentang etika pemerintah.
Menurut Ryaas Rasyid, pilar pemerintahan itu ada 3 (tiga) yaitu hukum, konstitusi
dan etika. Rupanya setelah lebih setengah abad Indonesia merdeka, pilar
terpenting dari pemerintahan yaitu etika belum ada dan ini hal yang sangat
serius, karena di negara sebesar Amerika, Perancis Inggris dan negara-negara
besar lainnya, justru kita melihat tidak ada Undang-undang anti korupsi,
lembaga semacam KPK, TIPIKOR dan lain-lain, yang ada hanyalah undang-undang
tentang etika penyelenggara negara dan nyatanya korupsi tidak membudaya
ditengah-tengah mereka.
Undang-undang ini sangat efektif menangkal terjadinya tindak pidana
korupsi, manipulatif dan tindakan asusila lainnya dari penyelenggara
pemerintahan/negara. Fakta yang ada, meski produk-produk hukum telah demikian
banyak dibuat, seminar-seminar tentang pemerintahan yang bersih dan berwibawa
telah ratusan kali digelar, institusi penegak hukum dan lembaga pengawas telah
berbagai corak dan ragam dibentuk, tetapi penyelenggara pemerintahan masih
sering keluar masuk media pemberitaan karena korupsi, manipulasi dan perbuatan
tak beretika lainnya.
Jika kita menonton televisi dan atau membaca berita kalau tidak ada
“cerita” tentang korupsi, manipulasi dan bahkan yang trend sekarang adalah
perbuatan tindak asusila oknum pejabat yang mengabadikan perbuatan mesumnya
dengan perempuan-perempuan nakal. Contohnya saja seperti beberapa kasus yang
terjadi di badan pemerintahan:
1. Korupsi
Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina
dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak pengeboran
sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah kerugian
negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2 Mantan Menteri Pertambangan
dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida Bagus Sudjana, Mantan
Direktur Pertamina Faisal Abda'oe, serta Direktur PT UPG Partono H Upoyo.
2. Nepotisme
Busang adalah tambang emas terbesar di dunia, proyek Busang I diperkirakan
mempunyai kandungan sekitar 47 juta ounces. Kalau 1 ounces itu besarnya sekitar
28.35 gram, artinya deposit Busang I itu saja nilainya mendekati Rp100 trilyun.
Sudah ramai diberitakan bahwa perusahaan Kanada Bre-X Minerals, dikabarkan
menggandeng putra Presiden RI, Sigit Harjojudanto untuk menggarap proyek
raksasa itu. Tapi, akibat sengketa kepemilikan saham antara Bre-X dengan perusahaan
lokal milik aktivis PDI Jusuf Merukh, maka kontrak karya (contracts of works)
untuk Bre-X tak kunjung muncul dari Departemen Pertambangan dan Energi. Di lain
pihak, ada konsorsium lain yang ingin juga menambang Busang. Konsorsium itu
terdiri dari Siti Hardijanti Rukmana (putri Presiden Soeharto), Airlangga
Hartarto (anak Menko Hartarto), dan I. B. Dharma Yoga (anak Menteri IB
Sudjana). Bahkan, belakangan beredar kabar bahwa Departemen Pertambangan
menyetujui konsorsium baru ini menggandeng perusahaan Kanada yang lebih senior,
Barrick Gold Corp, dan memegang 75 persen saham Busang. Bre-X diberitakan hanya
kebagian 25 persen. Itu pun, kedua pihak masih harus menyetorkan 10 persen
untuk pemerintah Indonesia. Soal Busang ini sangat membuat curiga banyak
kalangan setelah Menteri I. B. Sudjana mencopot kewenangan Dirjen Pertambangan
Kuntoro Mangkusubroto untuk memberikan izin kontrak kerja (contracts of work)
pada pertengahan November 1996 lalu. Di DPR, I. B. Sudjana menjelaskan bahwa
usaha pemerintah untuk meminta 10 persen saham di Busang sudah merupakan
langkah maju, meskipun sebuah sumber TEMPO Interaktif tak setuju dengan
intervensi yang terlalu jauh model Sudjana ini. Kemudian, Sudjana juga
mengungkapkan bahwa pihaknya akan meminta BUMN PT Aneka Tambang dan PT Timah
untuk ikut memiliki saham di Busang. Dengan demikian, cerita pembagian saham di
Busang agaknya belum final. Walaupun demikian, I. B. Sudjana tak menjelaskan
mengapa anaknya ikut-ikutan bermain di Busang.
3. Kolusi
1) Tindak kolusi antara PDIP dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda
Swaray Goeltom.
2) Kasus kolusi antara Grup Bakrie dan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan.
4. Melanggar aturan
Tindakan melanggar aturan ini misalnya adalah tidak memenuhi kewajiban yang
seharusnya, misalnya sekretaris Lurah Ciputat Syaiful Bahri bolos kerja hanya
untuk mendukung kandidat walikota Ciputat yakni Airin. Bahkan ia dan beberapa
PNS yang bolos lainnya menyogok wartawan dengan seekor kambing agar tidak
memberitakan mereka di media massa.
5. Asusila
Kasus asusila penyanyi dangdut Maria Eva dan anggota Fraksi Partai Golkar
DPR Yahya Zain seperti diberitakan, skandal seks Maria Eva dan Yahya Zaini
terbongkar setelah beredar adegan asusila di masyarakat yang diduga dilakukan
tahun 2004 lalu. Akibat skandal itu, Yahya terpaksa mengundurkan diri sebagai
Ketua DPP Partai Golkar dan Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPR.
Maria Eva sempat mengaku melakukan aborsi janin hasil hubungan gelap dengan
Yahya Zaini dengan persetujuan Yahya Zaini dan isterinya. Di tengah sorotan
pemberitaan yang gencar, muncul kabar Yahya Zaini sempat diperas Rp5 miliar.
Kasus ini sungguh menggelitik, yang seharusnya seorang wakil rakyat memberi
contoh tetapi malah menjadi pembicaraan kurang baik di tengah masyarakat.
Etika pemerintahan di Indonesia belum benar-benar diterapkan dengan baik, ini
disesabkan karena adanya patologi etika birokrasi pemerintahan. Patologi berupa
hambatan atau penyakit dalam birokrasi pemerintahan sifatnya politis, ekonomis,
sosio-kultural, dan teknologikal. Patologi birokrasi dalam etika pemerintahan
berupa:
- 1) Patologi akibat persepsi, perilaku dan gaya manajerial berupa penyalahgunaan wewenang, statusquo, menerima sogok, takut perubahan dan inovasi, sombong menghindari keritik, nopoteisme, arogan, tidak adil, paranoia, otoriter, patronase, xenopobia dsb;
- 2) Patologi akibat pengetahuan dan keterampilan berupa: puas diri, tidak teliti, bertindak tanpa berpikir, counter produktif, tidak mau berkembang/belajar, pasif, kurang prakarsa/inisiatif, tidak produktif, stagnasi dsb.
- 3) Patologi karena tindakan melanggar hukum berupa: markup, menerima suap, tidak jujur, korupsi, penipuan, kriminal, sabotase, dsb.
- 4) Patologi akibat keprilakukan berupa: kesewenangan, pemaksaan, konspirasi, diskriminasi, tidak sopan, kerja legalistik, dramatisiasi, indisipliner, inersia, tidak berkeprimanusiaan, negatifisme, kepentingan sendiri, non profesional, vested interest, pemborosan dsb.
- 5) Patologi akibat sitasi internal berupa: tujuan dan sasaran tidak efektif dan efisien, kewajiban sebagai beban, eksploitasi, eksstrosi/pemerasan, pengangguran terselubung, kondisi kerja yang tidak nyaman, tidak adan kinerja, miskomunikasi dan informasi, spoil sisten, oper personil dsb.
Agar Etika Pemerintahan dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan pembaharuan perilaku etika penyelenggara pemerintahan dan kelembagaan birokrasi seperti:
- Redifinisi, reorientasi dan revitalisasi perilaku birokrasi politik dan administrasi pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan negara, bangsa dan masyarakat;
- Pembaharuan sistem kelembagaan pemerintahan yang berorientasi pada kinerja organisasi;
- Pembaharuan manajemen pemerintahan yang memiliki kepemimpinan visoner dan akuntabilitas pemerintahan;
- Perilaku individu Aparatur birokrasi Pemerintahan pada standar berkualifikasi, kompetensi dan profesional dan berbudaya;
- Struktur kelembagaan birokrasi pemerintahan berbasis kompetensi;
- Fungsi birokrasi pemerintahan (kebijakan, pelayanan, kemitraan, kerjasama, pemberdayaan dsb.);
- Proses birokrasi pemerintahan dengan pendekatan manajemen strategis;
- Perilaku birokrasi pemerintahan berorientasi nilai, norma, aturan, etika, moral, adat istiadat dan budaya birokrasi.
IV PENUTUP
Kesimpulan
Etika pemerintahan tidaklah berdiri sendiri, penegakannya terjalin erat
dengan pelaksanaan prinsip penerapan hukum. Itulah sebabnya, maka sebuah
pemerintahan yang bersih, yang segala tingkah laku dan produk kebijakannya
berangkat dari komitmen moral yang kuat, hanya dapat dinikmati oleh
refresentasi pemenuhan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat dengan lebih baik.
Setiap warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil
dari aparatur pemerintah berdasarkan nilai-nilai etika dan hukum yang berlaku.
Etika dalam pemerintahan sudah memiliki landasan tersendiri, namun di Indonesia
kerap terjadi pelanggaran etika, baik di pemerintahan tingkat daerah sampai
nasional.
Sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan, fasilitator
dan pengarah pembangunan, pelayan masyarakat dan sebagai motivator dalam
pemberdayaan masyarakat, penulis melihat, merasakan dan mengalami betapa rumit
dan susahnya kita membangun pemahaman, persepsi dan tindakan operasional yang
sama dalam mengelola pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, padahal seperti
tadi telah penulis sampaikan, sudah begitu banyak peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan untuk dijadikan pedoman dan petunjuk untuk itu.
Baik atau tidak baik jalannya roda pemerintahan, kegiatan pembangunan,
pelayanan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat ternyata tidak hanya tergantung
pada pemerintah saja, tidak hanya tergantung pada DPRD saja dan juga tidak
hanya tergantung pada masyarakat saja, tetapi sangat ditentukan oleh ketiga
komponen tadi secara bersama-sama, apakah mempunyai komitment dan kemauan untuk
menyelenggarakan kepemerintahan yang baik atau tidak.
Saran
Aparatur pemerintah seyogianya menjadikan dirinya sebagai teladan di dalam
pelaksanaan etika, hukum dan konstitusi dengan kata lain, sudah bukan waktunya
lagi, pemerintah dapat begitu saja mengambil hak milik orang lain tanpa
kewenangan yang jelas dan disertai pemberian imbalan atau ganti rugi yang
wajar.
Referensi: