Materi
13
Perdagangan
Luar Negeri
13.1
Teori
Perdagangan Internasional
Perdagangan
Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi
negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang
ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang
terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor,
perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat
dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000).
Perdagangan
atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan
atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus
mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut, dari
sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menetukan apakah ia mau melakukan
pertukaran atau tidak (Boediono, 2000). Pada dasarnya ada dua teori yang
menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional.
a.
Teori Klasik
1) Merkantilis
Para
penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara
untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan
sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya selanjutnya akan
dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia, khususnya emas dan
perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu negara maka
semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah harus
menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor, dan mengurangi serta
membatasi impor (khususnya impor barang-barang mewah). Namun, oleh karena
setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, juga
karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah
Negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain.
Keinginan
para merkantilis untuk mengakumulasi logam mulia ini sebetulnya cukup rasional,
jika mengingat bahwa tujuan utama kaum merkantilis adalah untuk memperoleh
sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan memiliki banyak emas dan
kekuasaan maka akan dapat mempertahankan angkatan bersenjata yang lebih besar
dan lebih baik sehingga dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negaranya;
peningkatan angkatan bersenjata dan angkatan laut juga memungkinkan sebuah
negara untuk menaklukkan lebih banyak koloni. Selain itu, semakin banyak emas
berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin besar aktivitas bisnis.
Selanjutnya,
dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan dapat mendorong
output dan kesempatan kerja nasional.
2) Adam
Smith
Adam
Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi hasil tenaga
kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat dengan
doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai dari
surplus ekspor. Kekayaan akan bertambah sesuai dengan skill, serta efisiensi
dengan tenaga kerja yang digunakan dan sesuai dengan persentase penduduk yang
melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Smith suatu negara akan mengekspor barang
tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang
secara mutlak lebih murah dari pada negara lain, yaitu karena memiliki
keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Adapun keunggulan mutlak
menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu
barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit
dibanding kemampuan negara-negara lain.
Teori
Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter
sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan
internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada
variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya
tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga
kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of
value).
Teori
Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga
kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan
anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya
faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor
produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas, dapat
dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada dua negara,
Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen
menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum
dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di
Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja
sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Tabel 1.1 Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk
Menghasilkan per Unit Produksi.
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
8
|
10
|
Pakaian
|
4
|
2
|
Dari
tabel di atas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum
sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga
kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit (10 > 8). 1 unit pakaian di
Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan
demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada
produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian.
Dikatakan
absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam
barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.
Kelebihan dari teori absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas
antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana
terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara.
Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut
maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.
b.
Teori Modern
1) John
Stuart Mill dan David Ricardo
Teori
J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian
mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan
mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang
dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan
sendiri memakan ongkos yang besar). Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu
barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi
barang tersebut. Contoh: Produksi 10 orang dalam 1 minggu
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
6 bakul
|
2 bakul
|
Pakaian
|
10 yard
|
6 yard
|
Menurut
teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan timbul karena
absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua.
Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi comparative
Advantagenya. Besarnya comparative advantage untuk Amerika, dalam produksi
gandum 6 bakul dibanding 2 bakul dari Inggris atau = 3 : 1. Dalam produksi
pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Di sini Amerika
memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 : 1 lebih besar
dari 5/3 : 1.
Untuk
Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul dibanding 6 bakul dari
Amerika atau 1/3 : 1.
Dalam produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau =
3/5: 1. Comparative
advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1 lebih besar dari 1/3 : 1.
Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan
spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan
pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of trade) ditentukan dengan
batas-batas nilai tukar masing-masing barang di dalam negeri.
Kelebihan untuk teori
comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan
berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini tidak dapat
diterangkan oleh teori absolute advantage. David Ricardo (1772-1823) seorang
tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau barang
tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat
ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat
sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh
orang. Selanjutnya David Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang
dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak
ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan
dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di
lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang
sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan
kerelaan membayar dari para calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat
ditambah produksinya sesuai dengan keinginan maka nilai penukarannya berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan.
David Ricardo mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran
nilai kerja:
·
Perlu diperhatikan adanya kualitas
kerja, ada kualitas kerja terdidik dan tidakterdidik, kualitas kerja keahlian
dan lain sebagainya. Aliran yang klasik dalam hal ini tidak memperhitungkan jam
kerja yang dipergunakan untuk pembuatan barang, tetapi jumlah jam kerja yang
biasa dan semestinya diperlukan untuk memproduksi barang. Dari situ maka Carey
kemudian mengganti ajaran nilai kerja dengan teori biaya reproduksi.
·
Kesulitan yang terdapat dalam nilai
kerja itu bahwa selain kerja masih banyak lagi jasa produktif yang ikut
membantu pembuatan barang itu, harus dihindarkan. Selanjutnya David Ricardo
menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal yang dipergunakan dalam
produksi boleh dikatakan tetap besarnya dan hanya sedikit sekali perubahan.
Atas
dasar nilai kerja, dibedakan di samping .harga alami. (natural price) ada pula
.harga pasaran. (market price). Menurut aliran klasik (Adam Smith). harga
alami. akan terjadi bilamana masing-masing warga masyarakat memperoleh
kebebasan pilihannya untuk membuat sesuatu produk tertentu yang menurutnya
lebih menguntungkan dan menukarkannya bilamana dinilai baik olehnya. Hal ini
sejalan dengan pandangan kaum physiokrat. Istilah .harga alami. (natural price)
yang dikemukakan Smith adalah sama dengan istilah Cantillon .valeur
intrinsique. (nilai intrinsik), Turgot .valeur fondamental. (harga pokok), Say
prix reel (harga real), Ricardo
primery/natural/necessary price (harga pokok) dan Cairnes normal price
(harga normal). Harga pasaran dapat berbeda dengan harga alami di mana akan
menyesuaikan dengan keadaan penawaran dan permintaan atas barang yang
bersangkutan. Demikian pula atas dasar pertimbangan tertentu, adanya peraturan
pemerintah yang dapat menghalangi penyesuaian harga alami dengan harga pasaran.
Tetapi bagaimanapun, harga alami akan menjadi acuan (pedoman) atas penetapan
harga pasaran.Teori perdagangan internasional diketengahkan oleh David Ricardo
yang mulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya
berlaku antara dua negara yang diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta
kedua Negara tersebut hanya beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum
pemasaran bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori
perdagangan internasional.
Walaupun
suatu negara memiliki keunggulan absolut, akan tetapi apabila dilakukan
perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan
perdagangan. Teori perdagangan telah mengubah dunia menuju globalisasi dengan
lebih cepat Kalau dahulu negara yang memiliki keunggulan absolut enggan untuk
melakukan perdagangan, berkat law of comparative costs dari Ricardo, Inggris
mulai kembali membuka perdagangannya dengan negara lain.
Pemikiran
kaum klasik telah mendorong diadakannya perjanjian perdagangan bebas antara
beberapa negara. Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic
comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat
diciptakan. Oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi faktor
keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai teknologi akan semakin
diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas ini, sedangkan negara yang hanya
mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah dalam persaingan internasional.
a.
Cost Comparative Advantage (Labor
efficiency)
Menurut
teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang di mana Negara tersebut dapat berproduksi
relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relative kurang/tidak
efisien. Berdasarkan contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa
teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative
advantage.
b.
Production Comperative Advantage (Labor
productifity)
Suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana Negara tersebut
berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun Indonesia memiliki keunggulan
absolut dibandingkan Cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan
internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui
spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity.
Kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa
terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara. Sedangkan kelebihannya
adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun
hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari
Negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative Advantage atau
Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat kuntungan atau
kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:
·
Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai
suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang tersebut, di mana nilai barang yang ditukar seimbang dengan
jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
2) Teori
Heckscher-Ohlin (H-O)
Teori
Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik,
negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu
negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain
disebabkan negara
tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan
keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
·
Faktor endowment, yaitu kepemilikan
faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
·
Faktor intensity, yaitu teknologi yang
digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital
intensity.
Teori
modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah
kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama.
Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang
sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva
isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh
produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk
tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan berikut:
·
Harga atau biaya produksi suatu barang
akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
masing-masing negara.
·
Comparative Advantage dari suatu jenis
produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan
proporsi faktor produksi yang dimilikinya.
·
Masing-masing negara akan cenderung
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara
tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk
memproduksinya.
·
Sebaliknya masing-masing negara akan
mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi
yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.
·
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika
jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif
sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan
internasional tidak akan terjadi.
Teori
Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli
Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan
internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, tulisan ini sedikit akan
mengemukakan kelemahan teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori
Klasik Comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat
terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi
yang secara eksplisit dinyatakan) antarnegara (Salvatore, 2006). Namun teori
ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaan produktivitas
tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya
perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan
produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
(endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan
terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori modern
H-O ini dikenal sebagai The Proportional Factor Theory. Selanjutnya
negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam
memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor
barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika
negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam
memproduksinya.
Hipotesis Teori H-O
Sebelum
melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan dikemukakan hipotesis
yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:
·
Produksi barang ekspor di tiap negara
naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun.
·
Harga atau biaya produksi suatu barang
akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
masing-masing negara.
·
Harga labor di kedua negara cenderung
sama, harga barang A di kedua Negara cenderung sama demikian pula harga barang
B di kedua negara cenderumg sama.
·
Perdagangan akan terjadi antara negara
yang kaya Kapital dengan Negara yang kaya Labor.
·
Masing-masing negara akan cenderung
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara
tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan
produksi. Sehingga Negara yang kaya kapital maka ekspornya padat kapital dan
impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan
impornya padat kapital.
Kelemahan Asumsi Teori
H-O
Untuk
lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan internasional
akan dikemukan beberapa asumsi yang kurang valid:
·
Asumsi bahwa kedua negara menggunakan
teknologi yang sama dalam memproduksi adalah tidak valid. Fakta yang ada di
lapangan negara sering menggunakan teknologi yang berbeda.
·
Asumsi persaingan sempurna dalam semua
pasar produk dan faktor produksi lebih menjadi masalah. Hal ini karena sebagian
besar perdagangan adalah produk negara industri yang bertumpu pada diferensiasi
produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan model faktor
endowment H-O.
·
Asumsi tidak ada mobilitas faktor
internasional. Adanya mobilitas factor secara internasional mampu
mensubstitusikan perdagangan internasional yang menghasilkan kesamaan relatif
harga produk dan faktor antarnegara. Maknanya adalah hal ini merupakan
modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi validitas model H-O.
·
Asumsi spesialisasi penuh suatu negara
dalam memproduksi suatu komoditi jika melakukan perdagangan tidak sepenuhnya
berlaku karena banyak Negara yang masih memproduksi komoditi yang sebagian
besar adalah dari impor.
a.
Teori Konsumsi
Konsumsi
adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah
tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan
pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan
barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau
konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).
Dalam teorinya Keynes
mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang
konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual. Pertama dan terpenting,
Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity
to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah
antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal merupakan rekomendasi
kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan
kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh
pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan
konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan,
yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to
consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah
kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih
tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. Ketiga, Keynes berpendapat
bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga
tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga
terhadap konsumsi hanya sebatas teori.
Reference:
http://kemenperin.go.id/statistik/peran.php?ekspor=1
0 komentar:
Posting Komentar