Materi
6/7
Kemiskinan
dan Kesenjangan
Masalah
besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan.Tidak meratanya distribusi
pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari
munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut
akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan
konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah
kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang
berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini.
Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan
angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang
dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar
angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara
maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang
relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak
terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian,
masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah
menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Besarnya
kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan.
Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative,
sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan
disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai
kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan
di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di
Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari
tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative,
kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara.
Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan
minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
Masalah
kemiskinan yang dihadapi di setiap negara akan selaludi barengi dengan masalah
laju pertumbuhan penduduk yang kemudian menghasilkan pengangguran, ketimpangan
dalam distribusi pendapatan nasional maupun pembangunan, dan pendidikan yang
menjadi modal utama untuk dapat bersaing di dunia kerja dewasa ini.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah
kemiskinan. Sebab, kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra
berkembang. Khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya karena selama ini
pemerintah [tampak limbo] belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan
kemiskinan yang jitu. Kebijakan pengentasan kemiskinan masih bersifat pro
buget, belum pro poor. Sebab, dari setiap permasalahan seperti kemiskinan,
pengangguran, dan kekerasan selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya
struktural dan pendekatan ekonomi semata. Semua dihitung berdasarkan
angka-angka atau statistik. Padahal kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus
dilihat dari segi non-ekonomis atau non-statistik. Misalnya, pemberdayaan
masyarakat miskin yang sifatnya “buttom-up intervention” dengan padat karya
atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan
mental wirausaha.
Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas
menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas
bekerja. Namun, karena struktur lingkungan (tidak memiliki kesempatan yang
sama) dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau
melakukan mobilitas sosial secara vertikal.
6/7.4 Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan
Data
1970-1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat
kesenjangan ekonomi.
Semakin
tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya
dengan simiskin.
Penelitian
di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode
1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil,
tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s dan DC’s seperti
Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti
(1997) menyimpulkan: semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan
disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan
kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan
pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam
jumlah pendapatan keluarga.
Hipotesis
Kuznets : ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat
pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.
Dengan
data cross sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan
bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk
U terbalik
Reference:
https://sarulmardianto.wordpress.com/kemiskinan-di-indonesia/
0 komentar:
Posting Komentar