Home » » Bursa Berjangka Indonesia Jadi Price Maker Sangat Sulit

Bursa Berjangka Indonesia Jadi Price Maker Sangat Sulit


Bursa berjangka adalah sarana untuk memperdagangkan komoditas. Tentunya yang diperdagangkan umumnya adalah kontrak berjangka, di samping menyediakan sarana bagi perdagangan fisik bagi komoditas tertentu. Perdagangan fisik yang diselenggarakan oleh bursa berjangka pada prinsipnya ditujukan untuk mendukung perdagangan berjangka yang terjadi di bursa. Sebagaimana diketahui perdagangan berjangka juga mengenal serah fisik sebagai salah satu cara penyelesaian kontrak berjangka. 


Serah fisik umumnya merupakan alternatif yang jarang dipilih oleh para pelaku di bursa berjangka. Hal ini dikarenakan fungsi bursa berjangka yang merupakan salah satu jenis perdagangan derivatif utamanya merupakan sarana untuk melakukan lindung nilai. Para pelaku melakukan lindung nilai (hedging) untuk menjaga kepastian harga dari komoditas yang diproduksi atau yang dibutuhkan.  Oleh karena itu sebagai sarana lindung nilai peran bursa sebagai sarana pembentukan harga menjadi sangat dominan. 


Harga yang terbentuk seyogyanya adalah harga yang mencerminkan kondisi pasar fisik yang dekat dengan lokasi bursa itu berdiri. Pasar fisik tersebut menjadi underlying market yang menghasilkan harga acuan (price reference) bagi pembentukan harga di bursa berjangka. Adapun untuk komoditas yang berorientasi pada pasar ekspor, maka harga yang terbentuk di bursa berjangka diharapkan merupakan harga freight on board di pelabuhan yang dekat dengan lokasi bursa. 


Dengan demikian meskipun bursa berjangka merupakan sarana lindung nilai dan bukan merupakan sarana transaksi fisik, tapi tingkat efisiensi perdagangan fisik komoditas menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, menyelenggarakan perdagangan berjangka bukan hanya menyiapkan sarana untuk perdagangan derivatif yang kurang lebih berupa perangkat electronic trading beserta perangkat aturannya (trading rules). 


Namun, perlu didukung pula oleh kesiapan pasar fisik untuk memberikan pelayanan yang efisien dan optimal kepada para pelaku pasar. Kesiapan pasar fisik tersebut sangat mempengaruhi besaran harga yang terbentuk di bursa berjangka. Semakin efisien pasar fisik yang menjadi underlying market, maka akan semakin bersaing harga yang terbentuk di bursa berjangka.  Besarnya animo masyarakat terhadap perdagangan berjangka di suatu bursa sangat dipengaruhi oleh kesiapan pasar fisik yang dipilih sebagai underlying market. 


Jika pasar fisik yang dijadikan acuan tidak representatif dan kurang mencerminkan mekanisme pasar yang sehat, maka tidak heran jika nantinya perdagangan komoditas di bursa berjangka kurang diminati. Kondisi inilah yang merupakan salah satu penyebab bursa berjangka di Indonesia kurang digemari. Pasar fisik komoditas di tanah air kurang mencerminkan pasar yang efisien. Hal ini dapat dilihat dari tingginya biaya pengangkutan dan handling, ketidakpastian waktu bongkar muat, kurangnya kapasitas alat ukur dalam melakukan bongkar muat, banyaknya broker yang hanya mencari keuntungan dan sebagainya. 


Sebagai contoh dalam perdagangan CPO beserta turunannya. Lamanya proses bongkar muat komoditas bukan hanya disebabkan karena terbatasnya kapasitas tangkitangki penyimpanan di sekitar pelabuhan maupun jumlah kapal tanker yang dapat diakses pedagang lokal. Hal itu juga disebabkan oleh rendahnya kapasitas flowmeter pada tangki penyimpanan sehingga waktu pemindahan CPO menjadi lebih lama. Akibatnya biaya handling dalam proses jual beli komoditas menjadi tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Tingginya harga di pasar fisik dalam negeri mengakibatkan harga yang terbentuk di bursa berjangka menjadi kurang menarik. 
Faktor lain yang mempengaruhi tingginya harga komoditas Indonesia antara lain karena besarnya pengaruh dari faktor ketidakpastian pasar (market uncertainty) yang terdiri dari tidak stabilnya nilai tukar, volume pasokan yang tidak kontinyu, serta ketidakpastian biaya distribusi barang dan jasa. Kondisi ini meningkatkan country risk Indonesia sebagai produsen dari hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Pedagang asing cenderung bertransaksi di bursa luar negeri, meskipun adakalanya harga komoditas di negara asalnya lebih rendah dibandingkan dengan harga yang diperdagangkan di bursa luar negeri. 


KONTRAK DAGANG


Pedagang dari bursa berjangka di luar negeri (wholesaler) seringkali membuat kontrak dagang dengan pedagang pengumpul di negara asal komoditas seperti Indonesia untuk jangka waktu yang relatif lebih lama. Pedagang pengumpul tersebut menguasai jaringan pemasaran komoditas di daerah dengan beragam strategi. Di antaranya dilakukan dengan mencari petani binaan, membuat pola kerja sama pemberian benih dan kredit usaha tani, bahkan sampai dengan melakukan praktik ijon. 


Praktik ini berlangsung cukup lama sehingga mengakibatkan sistem perdagangan yang sulit diubah. Kerja sama antara petani, pedagang pengumpul, sampai dengan wholesaler sudah sedemikian baik, bahkan hubungan akrab tersebut berlanjut hingga ke bursa yang digunakan sebagai tempat transaksi dengan end user dari komoditas tersebut. Alhasil, mengalihkan mata rantai perdagangan komoditas dari bursa luar negeri ke dalam negeri yang berperan sebagai sarana price discovery atau price maker-nya sulit dilakukan. 


Dengan skema ini, mustahil petani akan memetik keuntungan jika ada kenaikan harga komoditas di bursa luar negeri dalam waktu singkat. Petani tidak dapat memantau informasi harga di bursa tersebut, tidak dapat mengakses rantai pemasaran karena petani tidak mampu menggantikan fungsi pedagang pengumpul maupun mencari pedagang pengumpul lain yang menawarkan harga lebih baik. Harga yang diperoleh petani sudah dipatok berdasarkan kontrak jangka panjang yang dibuat antara wholesaler di bursa luar negeri dengan satu pedagang pengumpul atau lebih. Jika harga turun, yang lebih dirugikan adalah petani karena pedagang pengumpul langsung mengaplikasikan harga yang turun tersebut dalam waktu singkat kepada petani. 


Hal ini tentu akan berbeda jika, bursa berjangka tersebut hadir di dalam negeri. Para petani dapat dengan mudah mengakses harga yang terbentuk di bursa. Mengutip disertasi Rudy Irawan pada saat pengukuhan gelar doktor dari IPB yang menggali Model Bisnis Tambang Timah di Indonesia, disebutkan bahwa bursa yang memperdagangkan timah di luar negeri tidak rela bursa timah di Indonesia berkembang. 


Karena selama ini mereka sangat nyaman dengan carut-marut industri timah di Bangka Belitung. Berbagai jenis timah ‘bocor’ ke luar negeri, di sana didaur ulang dan diberi branding dengan punya mereka. Timah tersebut selanjutnya diperdagangkan di London Metal Exchange. Dengan berkembangnya bursa berjangka komoditas di dalam negeri, diharapkan pelaku usaha Tanah Air dapat menjadi tuan di rumah sendiri dan bukan menjadi pelayan.

Referensi: kemendag.go.id

0 komentar:

Posting Komentar